[Buku] Dahsyatnya Ibadah Haji – Menjawab kekhawatiran, Secuil Memori, dan Ilmu

Sight_2015_03_18_110410_122Yuk! Baca buku Dahsyatnya Ibadah Haji

Judul: Dahsyatnya Ibadah Haji – Catatan Perjalanan Ibadah di Makkah dan Madinah
Penulis: Abdul Cholik
Penerbit: Quanta (PT. Elex Media Komputindo)
Cetakan: 2014
Tebal: ix  + 233 hal
ISBN: 978-602-02-4810-3
Harga: Rp47.800,00

BLURP

Buku ini berisi kisah perjalanan ibadah haji penulisnya. Diawali semenjak persiapan, saat mendaftarkan diri untuk menjadi calon jemaah haji, proses manasik haji, ketika di asrama haji, maupun saat keberangkatannya. Secara sistematis dan berurutan diceritakan aktivitas selama di tanah suci, baik itu pengalaman beribadah sesuai dengan yang disyariatkan. maupun pengalaman sehari-hari yang penting untuk dicermati, hingga kepulangan kembali ke tanah air. Secara umum, dalam buku ini diceritakan tahap demi tahap pelaksanaan ibadah haji yang disertai gambar keadaan dan kegiatan yang mencakup:

  1. Ibadah thawaf, sa’i, dan tahallul
  2. Pelaksanaan wukuf di Arafah dan mabit di Muzdalifah
  3. Menetap di Mina dan ibadah lempar jumrah
  4. Thawaf wada’
  5. Kegiatan di Madinah termasuk shalat arbain
  6. Ziarah dan rekreasi di Makkah, Madinah, dan Jeddah

Beberapa tip juga diberikan agar para calon jemaah haji mendapat tambahan ilmu pengetahuan praktis berdasarkan pengalaman penulis.

RESENSI

Dahsyatnya Ibadah HajiBuku Dahsyatnya Ibadah Haji dan buku pelajaran Fikih SD Kelas 5

Saya akan membagi pendapat saya tentang buku ini menjadi 3 bagian, yaitu menjawab kekhawatiran, secuil memori, dan (fun) ilmu. Menjawab Kekhawatiran Sebagai seorang muslimah, menunaikan ibadah haji tentunya menjadi salah satu impian terbesar saya. Sudah banyak buku atau cerita tentang perjalanan haji yang saya baca atau dengar. Tapi, tidak ada satupun yang menuntaskan rasa penasaran saya. Bagaimana urusan toilet? Entah karena urusan toilet ini dianggap terlalu pribadi sehingga tidak ada yang membahasnya? Saya tidak tahu. Penulis (untuk selanjutnya, saya akan menyebutnya Pakde) membahas sampai hal sedetil itu di bukunya. Buat saya, urusan toilet juga sangat penting. Apalagi saya beseran, perlu ada manajemen toilet hihihi.

Dengan antrean sepanjang itu, akan terasa bertahun-tahun jika pasukan yang ada di dalam usus kita sudah menendang-nendang ingin segera keluar. Ampun, deh. Kopral pun barangkali tak sungkan-sungkan menyalip Jendral, kok, asal bilang, “Izin mendahului, Jenderal.” Belum lagi jika sahabat yang ada di dalam toilet lama banget menguras isi perutnya. -(hal 132)

Tuh, kan, betapa manajemen toilet itu penting. Hal pribadi yang bisa dibicarakan dan perlu dibuat strateginya. Dimulai dari bagaimana menjaga perut, mencari lokasi toilet ketika tiba di suatu tempat, hingga berstrategi mengatur waktu ke toilet. Dibahas tuntas dengan cara ringan di buku ini.

Satu lagi kekhawatiran saya, yaitu tersesat. Di negara sendiri aja saya gak berani jalan jauh sendirian, apalagi di negeri orang. Gampang tersesat orangnya hehe. Makanya, saya kalau kemana-mana selalu pengennya ditemenin suami. Dan, saya berharap ketika suatu saat berkesempatan beribadah haji, juga bersama suami. Tapi, kalau denger cerita orang, suka serem-serem. Nanti begilah, begitulah … Iya, saya setuju kalau perempuan sebaiknya jangan jalan sendirian, apalagi di negeri orang. Tapi, ceritanya juga jangan nakut-nakutin, dong!

Pakde bercerita tanpa menakut-nakuti. Saran Pakde untuk mengingat patokan-patokan akan saya catat baik-baik. Kalau perlu saya potret. Siapa tau, kalau sampe nyasar, saya nunjukkin fotonya. Kali aja kalau cuma berkomunikasi kurang lancar 🙂 Kekhawatiran saya mungkin terkesan sepele, ya. Tapi, hal-hal sepele kalau diabaikan juga bisa bikin gak nyaman, lho. Rasanya itu juga yang jadi pemikiran Pakde kenapa sampai harus membahas hal sepele, termasuk salah satunya adalah me mbawa karet gelang (hal 59)

Secuil Kenangan

“Sebagai manusia, kita gak boleh memanjakan lidah. Makan enak, sesuai selera memang nikmat. Tapi, kita harus ingat kalau makan itu adalah utamanya memenuhi kebutuhan. Jadi, sesekali makan makanan yang tidak sesuai dengan selera. Siapa tau suatu saat nanti kita pergi ke suatu tempat dimana makanan yang tersedia bukanlah makanan yang kita suka. Masa’ kita mau berhenti makan? Gak mungkin, kan?”

Kalimat di atas adalah salah satu wasiat papah saya, sesaat sebelum berangkat ke tanah suci. Kami semua dikumpulkan dan papah saya memberikan beberapa wasiat. Salah satu pesannya adalah tentang makanan tersebut. Lah, siapa yang menduga kalau justru wasiat tersebut akan dialami oleh papah dan mamah saya saat beribadah haji. Kalau melihat tahun keberangkatan Pakde ke tanah suci dan kejadian saat di Arafah (hal 109), berarti sama dengan tahun keberangkatan orang tua saya ke sana.

Kami yang berada di tanah air merasa sangat cemas mendengar para jamaah haji Indonesia tidak mendapatkan makanan. Berita di media sangat heboh, ditambah lagi dengan video yang menggambarkan seolah-olah banyak sekali jamaah haji Indonesia yang meminta-minta karena kelaparan. Sedih sekali saya melihatnya. Saya menangis membayangkan orang tua saya menjadi peminta-minta di negeri orang hanya karena tidak mendapat jatah makanan.

Alhamdulillah, kekhawatiran itu tidak terjadi. Menurut cerita orang tua saya melalui HP, yang gak ada itu cuma masakan Indonesia berupa nasi dan lauk-pauknya. Mereka tetap bisa makan roti, kok. Malah ketika mamah saya sedang berjalan-jalan bersama teman perempuannya, ada jamaah dari negara lain(kalau gak salah dari China dan Turki) yang menawarkan banyak sekali makanan. Akhirnya, rombongan orang tua saya tetap mendapatkan limpahan makanan yang lumayan banyak yang bisa dibagi-bagi.Itulah kenapa sampe sekarang saya masih ingat pesan papah. Karena papah yang berpesan kepada kami, papah dan mamah pula yang duluan membuktikan kebenaran pesan tersebut.

Bayangkan kalau orang tua saya termasuk yang suka memanjakan lidah? Bisa tetap kelaparan padahal makanan di depan mata berlimpah. Bagaimana bisa beribadah yang khusyu kalau perut lapar? Setuju dengan pendapar Pakde kalau HP itu sebaiknya dibawa. Saya bisa dengan cepat merasa lega setelah orang tua mengabarkan keadaan di sana. Membayangkan orang tua tidak membawa HP, mungkin saya akan sedih berkepanjangan melihat kejadian tersebut hanya melalui media. Lebih baik bawa HP daripada bawa cobek dan munthu, ya, Pakde? Hehe (hal 14)

(Fun) Ilmu

WP_20150317_006Serius banget bacanya, Nak 🙂

Saya tersenyum-senyum ketika buku ini tiba di rumah. Di saat yang bersamaan, anak saya akan ulangan harian Fikih dengan tema Haji. Saya tentu harus mengalah sejenak untuk menemani anak saya belajar dulu. Walopun sudah diajarkan di sekolah, tapi menghapalkan 14 halaman teori tentang haji itu terasa cukup berat. Dari mulai syarat wajib haji hingga ayat al-qur’an (beserta arti) dan juga hadist harus dihapalkan anak saya. Cukup berat temanya, anak saya juga terlihat mengantuk-ngantuk menghapalnya.

“Ke, baca buku ini, deh”

Sepulang sekolah, saya coba sodorkan buku Dahsyatnya Ibadah Haji kepada anak saya. Yang terjadi kemudian, buku ini ‘dibajak’ oleh anak saya untuk dibacanya sampai tuntas! Tidak hanya dibaca, setelahnya mulutnya tidak berhenti membahas buku ini.

Saya semakin meyakini bahwa ilmu seberat apapun apabila diajarkan secara menyenangkan itu akan lebih mudah dicerna. Saya sudah sering membuktikan ketika mengajarkan pelajaran kepada anak-anak. Buku Dahsyatnya Ibadah Haji ini kembali membuktikan keyakinan saya.

Yang saya tau, tulisan-tulisan Pakde memang tidak menggurui. Lebih banyak seperti bercerita dengan sesekali diselipi gaya jenaka yang bikin saya tertawa kecil. Membaca buku Dahsyatnya Ibadah Haji ini pun seperti kita membaca sebuah diary, bukan seperti membaca buku pelajaran. Tapi, di dalamnya banyak sekali ilmu yang bisa didapatkan.

Perasaan saya ikut larut ketika membaca buku ini. Membayangkan seolah-olah sedang berada disana. Salah satunya, saya  ikut menitikkan air mata ketika Pakde bercerita tentang Thawaf di Malam Hari (hal 57). Ya, Allah … Baru membayangkan bisa melihat Kakbah saja, mata ini sudah berkaca-kaca. Apalagi kalau Insya Allah, saya berkesempatan kesana? Tapi semoga saya akan selalu ingat pesan Pakde untuk tidak menangis meraung-raung ketika melihat Kakbah.

Melihat anak saya antusias membaca buku ini, ada sedikit terselip rasa penyesalan. Coba saya beli buku ini dari dulu, ya. Bisa jadi, saat anak saya ulangan tentang haji, gak terlalu sulit dia menghapalnya. Oiya, anak saya sekarang kelas 5 SD. Jadi, buat orang tua yang anaknya mau kelas 5 SD, beli buku ini, deh. Bisa banget buat membantu anak-anak belajar.

Kritikan terhadap buku ini tidak terlalu banyak. Anak saya hanya menyayangkan, kenapa foto-fotonya gak berwarna. Saya paham maksudnya. Buat seorang anak, melihat gambar memang lebih menyenangkan. Apalagi kalau berwarna. Tapi, saya juga bilang, mungkin pertimbangannya dari sisi ekonomis. Kalau bukunya berwarna, harganya akan semakin mahal.

Dahsyatnya Ibadah HajiTypo yang ditemukan oleh anak saya

Ada 3 typo yang ditemukan oleh anak saya, tapi saya lupa mencatatnya. Saya sendiri cuma menemukan1 typo (wah, lebih jeli anak saya, nih hehe). Tapi, saya menemukan 2 halaman yang ceritanya menggantung.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA Hal 129 – “Pimpinan rombongan selanjutnya memberi tahu agar kami memanfaatkan waktu untuk istirahat karena kami akan melaksanakan …”

Hal 130 – Langsung gambar tanpa ada kelanjutan kalimat dari hal 129 yang terpotong. Melaksanakan apa, nih?

OLYMPUS DIGITAL CAMERAHal 138 – ” Saya termasuk yang memotong sebagian rambut karena waktu berangkat …” – Waktu berangkat kenapa, Pakde? 🙂

Selain ceritanya yang mengalir seperti membaca diary, saya mendapatkan banyak moral story di buku ini. Bahwasanya, ibadah haji bukanlah ibadah yang egois. Ibadah haji juga ibadah yang banyak menguji kesabaran. Pekde menceritakan semuanya di buku tersebut. Dimulai dari mendapatkan porsi haji dimana Pakde sebetulnya bisa mendapatkan jalan pintas bila mau. Kesabaran banyak diuji, seperti urusan jatah makanan, toilet, mencium hajar aswad, dan lainnya.

Kisah romantis Pakde dengan Bukde juga semakin menguatkan tekad saya semoga bisa beribadah haji bersama suami tercinta. Kisah romantis gak harus diisi dengan cerita hawa nafsu, kan. Tapi bagaimana Pakde selalu berada di sisi Bukde, salah satunya dengan cara menyamakan kecepatan melangkah. Bukde yang tetap menjaga senyum walopun terlihat lelah. So sweet, deh 🙂

OLYMPUS DIGITAL CAMERAWalopun Keke menyayangkan foto-foto di buku gak berwarna, tapi dia senang sekali melihat foto-fotonya. Salah satunya foto Jabal Rahmah. Dia langsung bercerita tentang pengalaman gurunya saat di Jabal Rahmah. Semoga cerita guru dan cerita di buku ini juga membuat anak-anak ingin beribadah haji, ya 🙂

Kalau kita termasuk yang sudah pernah berkesempatan ke tanah suci, kita bisa menceritakan pengalaman tersebut ke anak-cucu, kerabat, sahabat, hingga murid. Seperti anak saya, yang selalu bersemangat setiap kali mendengar gurunya bercerita tentang pengalamannya beribadah haji. Nah, buku Dahsyatnya Ibadah Haji juga bisa membantu kita apabila sedang ingin mencari info tentang beribadah haji.

Terlepas dari kekurangan yang cuma sedikit itu, saya sangat merekomendasikan buku ini bagi anak hingga orang dewasa. Untuk yang berencana menunaikan ibadah haji dalam waktu dekat, bacalah buku ini terlebih dahulu sebelum berangkat dan tolong masukkan buku ini ke dalam daftar bawaan (seperti saran Pakde di halaman 12, membuat checklist barang bawaan).

OLYMPUS DIGITAL CAMERA“Bunda, untuk nomor 1, 2, 3, 4, 5, 7, 9, 10, dan 11, kenapa bisa persis banget sama pesan Bunda kalau setiap kali Keke mau field trip?” Saya langsung ketawa mendengarnya. Berarti tipnya memang benar, kan, Ke 😀

Artikel  ini diikutsertakan pada Lomba Menulis Resensi Buku Dahsyatnya Ibadah Haji

Lomba-Resensi-Buku-Dahsyatnya-Ibadah-Haji2-300x259

10 thoughts on “[Buku] Dahsyatnya Ibadah Haji – Menjawab kekhawatiran, Secuil Memori, dan Ilmu

  1. Ani Rose says:

    wah Keke pengen gambarnya berwarna, ya …uwak ani juga hehe …
    betul, mak Myra, buku ini bermanfaat sekali sekaligus bikin nangis, apalagi pas baca doa masuk Masjidil Haram, duh. Semoga Allah menyegerakan undanganNya untuk kita berhaji di tanah suci, aamiiin

    Like

  2. Iwan Yuliyanto says:

    Berbagi pengalaman leat buku sehingga menjawab kekuatiran banyak orang, maka ini buku yang sangat bermanfaat tentunya.
    Semoga keberkahan-Nya melimpah kepada penulis dan para pembacanya. Aamiin.

    Like

Leave a comment